Membaca Ulang Multikulturalisme Otonomis Agama Khonghucu di Indonesia (Identitas, Kultural dan Kesetaraan)

Main Article Content

Rofida Rahmadani
Thiyas Tono Taufiq
Djurban

Abstract

Artikel ini mendeskripsikan mengenai pengakuan agama Khonghucu yang keberadaannya pernah tidak diakui di Indonesia sebagai agama. Pengakuan agama Khonghucu terputus sejek era Orde Baru, di mana agama Khonghucu hanya dianggap sebatas ajaran filsafat dan ajaran etika. Meskipun agama Khonghucu sudah ada di Nusantara (Indonesia) selama ratusan tahun, namun pengakuan resmi dari pemerintah negara terhadap agama Khonghucu baru datang pada masa pemerintahan Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di tahun 2000. Dari latar belakang tersebut, dalam artikel ini menggunakan pendekatan multikulturalisme otonomis dalam membaca ulang keberadaan dan pengakuan agama Khonghucu di Indonesia. Menurut perspektif multikulturalisme otonomis, yang mengedepankan pluralitas dan kultural demi terwujudnya kesetaraan dengan budaya yang dominan, serta kehidupan otonom yang secara kolektif dapat diterima oleh masyarakat secara luas. Pengakuan agama Khonghucu sebagai agama oleh pemerintah ternyata membawa dampak yang cukup besar dalam perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Tidak berhenti hanya sebatas pengakuan saja, tetapi hal ini juga berdampak pada sektor-sektor lainnya seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya yang sebelumnya tidak didapatkan oleh etnis Tionghoa. Oleh karenanya, setiap pemeluk agama memiliki hak yang sama dalam menjalankan kegiatan sosial, keagamaan, tradisi maupun kegiatannya lainnya, termasuk hak yang diperoleh agama Khonghucu.

Article Details

Section
Articles